Kamis, 19 Februari 2009

penumpang terakhir

Penumpang Terakhir
Masih Ada Kereta Lewat

Kawans,

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, hampir tujuh bulan sudah aku berlabuh dengan sekoci SINDO. Masih segar dalam ingatan bagaimana niat dan semangat plus harapan baru dari kawan-kawan seperjuagan trio Bali (Rohmat, Ulum dan Putu) tatkala menunaikan tugas berkarya di bumi parahyangan. Ya, berbekal tekat dan keyakinan kami, akan datangnya sesuatu yang akan bisa merubah perjalanan hidup kelak. Sesuatu yang bisa dibawa pulang dan membuat orang-orang terdekat, tersenyum lega. Pun orang tua, kakak adik, istri dan anak-anak dengan tulus mendoakan kepergian kami ke medan laga.

Pertama kali menginjakkan kaki, berbagai penyakit menyerang fisik dan mental. Mulai flu, dana menipis, stress karena betapa semrawutnya lalu lintas Bandung (Pak Dada gimana ini,) belum lagi dikejar deadline oleh perintah atasan hukum ankum mulai Pak Yogi beberapa redaktur hingga Pak Army, yang kadang membuat kita harus pandai-pandai mengatur nafas. Belum lagi sergapan home sick maklumlah, sudah beberapa bulan gagal menunaikan tugas sebagai suami yang baik,hehe. Untungnya, aroma human- persahabatan kawan-kawan Sindo Jabar terus ditebar sekian lama hingga membuat kami bisa bertahan, melawan kepenatan kejenuhan rutinitas. Pertanyaanya, lantas apa sesungguhnya hendak di cari dalam sekoci besar ini? Ya, pinjam istilah Ugi adalah mungkin kepastian.

Kepastian akan status karyawan hingga kapan gaji naik etc yang diterjemahkan secara normative, adalah tuntutan agar mendapat perlakuan lebih manusiawi, wajar dari Company, tempat kita mengais rejeki. Minimal,tuntutan kita adalah adanya perhatian wajar mengingat seluruh energi, tenaga, pikiran telah dikurbankan untuk semua ini.
Hidup dikota besar seperti Bandung, tidaklah ringan bung! Tidak ada sesuatu yang gratis, Makanya dapat dipahami jeritan para perantau seperti saya, bagaimana dengan gaji sebesar itu bisa mengatasai semua kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Kalau nasib lagi mujur sih, ada saja kolega mau berbagi banyak hal pada kita, tapi apa ya bisa terus-terusan Bapak? Hehe,

Sampai akhirnya, satu persatu sahabatku pergi berani mengambil keputusan dan pilihan hidup. Saat ini, saya ibaratnya telah menjadi penumpang terakhir dalam konteks trio Bali. Kawans, dengan berat hati aku tidak lagi bisa berjuang bersama di sekoci Sindo. Banyak alasan, tentunya sudah jadi common sense di sini, tapi jika harus dibuat urutan paling atas adalah keluarga, baru lainnya termasuk isu kesejahteraan. Makin kusadari, betapa mahalnya arti kebersamaan keluarga, bagi kawan-kawan di Jabar, mungkin sudah hampir mendapatkannya karena bisa selalu berkumpul. Sementara aku?, ya hanya bisa berlama-lama by phone lewat program gratisan mentari,hehe. Eh, Kayaknya si Arif juga tuh ama yang di Kalimantan. Sedang untuk penyaluran lainnya mana tahan bung! Ah ngaco.

Jadilah, aku menyerah di tengah jalan karena masa kontrak perpanjangan kedua sejatinya baru berakhir Mei mendatang. Bagaimanapun, aku menarik hikmah besar selama bergabung di Sindo Jabar. Banyak asset Sindo yang mesti dijaga dan dikelola secara baik. Pak Army tolong lebih care dengan pendekatan human dalam mengurus anak buah. Sure, Pak Army tak ada yang disalahkan pada diri Anda, semua karena keadaan dan upaya Pak Army selama ini sudah cukup maksimal aku melihat benar-benar sudah tulus. Bagi saya pribadi, hal itu sanngat layak diapresiasi.

Juga kawan-kawan saya lainnya cukup hebat dan cerdas dengan ide-ide segar dan bervisi kedepan itu. Tidak hanya itu, kawan-kawan redaksi disini cukup smart dan punya selera humor tinggi dan memberi benyak pelajaran hidup. Kadang, saya tersenyum melihat tingkah polah kawan-kawan yang hangat dan akrab. “Barangkali memang begini gaya teman-teman mengekspresikan keakraban dan kehangatan,” gumamku. Senyum masih tersungging di bibirku ketika mendengar bagaimana Ugi dikeroyok rame-rame oleh Irvan dkk. Hebatnya, tidak ada rasa sakit hati diantara mereka. Candaan, joke dan serangan Wisnu terhadap Ugi dikemas cukup cerdas dan menghibur. Sementara Pak Gub Kris, hanya bisa senyum-senyum dan tertawa getir tidak berusaha menolong Ugi si penggila sepeda. Ada satu hal lagi, yang terus membuatku teringat bagaimana kuatnya kebersamaan dan rasa senasib dan seperjuangan teman-teman wartawan dibawah komando Pak Yogi dan dalam pengawalan Pak Army. Ya, aku juga masih terkenang lirik “kepompong” yang sempat menjadi lagu kebangsaan kami di redaksi lewat ponsel Nokia si Kris. Berkat lagu yang dipopulerkan Radi yang dikenal piawai dan cukup menggigit lewat tulisan-tulisan politik sarat hot issuenya, aku menyadari betapa penting dan mahalnya arti sebuah persahabatan.

Terakhir, sekedar mengingatkan apapun terjadi atau betapa beratnya hidup satu satu hal perlu diingat, kita tidak boleh berputus asa meski tidak ada harapan sekalipun. Pesan ini kukutip from Film Titanic, tatkala Rose Dowson harus berpisah dengan Jack pasca kapal termewah Titanic tenggelam menghantam gunung es. Ada pelajaran berharga dalam film itu yang bisa kita petik. Rose memilih melepas tangan Jack meski konsekuensinya harus berpisah selamanya dengan orang yang sangat dicintai. karena jika tetap bergenggaman tangan keduanya akan mati. Rose tidak mau menyerah dan mati karena tidak berbuat sama-sekali. Iapun bergerak dan berbuat sesuatu hingga akhirnya bisa bertahan hidup. Semangat itulah yang mesti kita kobarkan sampai kapanpun.
The Last, saya mohon maaf jika selama bersama di sekoci Sindo banyak berbuat salah dan dosa baik sengaja maupun tidak. Kita tetap saling berkomunikasi dan bertutur sapa. Jangan pernah lupakan dan sia-siakan kebersamaan ini karena kesempatan hidup itu mahal, tak ternilai harganya. Kita saling mendoakan moga tambah sukses meski kita tidak lagi satu sekoci. Mohon doanya saya harus pulang dengan sekoci baru di Denpasar. Suatu saat jika ada kawan-kawan yang sempat berpergian ke Bali jangan lupa, kontak kami disana ada saya bersama Bli Putu. Oke sukses semua

Jabat Erat
diambil dari posting saat pamitan 13/2/09

Kamis, 05 Februari 2009

surat dari gin gin tigin ginulur

Kawan...

Saya pamit. Hari ini saya mundur dari SINDO Jabar. Keresahan membuat saya mengambil jalan ini. Saya ternyata sudah tidak bisa lagi bertahan di tengah ketidakpastian. Tidak terlalu tangguh untuk menunggu dan tidak terlalu kuat buat tetap berjuang bersama-sama. Meski sudah berhenti berharap dan berusaha ikhlas sambil menunggu keajaiban, kegelisahan ini terus menggelayuti pikiran saya......



Kawan....

Selama hampir dua tahun berlayar bersama dalam satu perahu, saya mendapat banyak pelajaran berarti. Sungguh, saya tidak akan pernah melupakan itu. Sebuah pelayaran yang sangat menyenangkan, meski kerap diterjang badai dan angin kencang. Tapi hidup penuh pilihan dan saya memilih turun dari perahu. Saya mohon maaf kalau ada khilaf dan salah saat kita berlayar bersama-sama. Mudah-mudahan ini jalan yang terbaik. Doakan saya kawan. Semoga perahu itu masih tetap bertahan dan matahari memberikan kabar baik.....


Gin gin Tigin Ginulur
05/02/09