Sabtu, 22 November 2008

(tak) adil sejak dalam pikiran

Rabu (19/11/08) sekitar pukul 20.00 wib, redaktur Sindo Jabar Army, telfon. Dia bercerita dan tanya seputar tidak diperpanjang kontrak. Menurut penelurusan dia, setelah tanya Nevy dan Jaka, aku tidak diperpanjang akibat attitude.

Attutude yang dimaksud, saat muncul kasus Bali, aku termasuk salah satu yang vocal mengadvokasi keenam wartawan bali yang kontrak kerja tidak diperpanjang. Adapun standar semisal, penilaian berita, kemampuan dsb tidak menjadi pertimbangan tidak diperpanjangnya kontrak kerjaku.

Saat di Bali, aku memang pernah bertemu dengan Nevy membahas perihal nasib wartawan Sindo Bali setelah gagal terbitnya edisi di sana. Dalam pertemuan itu, Nevy datang dengan Dovy. Dalam pertemuan, sempat terjadi ketegangan kecil, pasalnya Nevy dan Dovy membawa keputusan final pemberhentian keenam wartawan Sindo Bali. Adapun wartawan Sindo Bali meminta keenam wartawan tidak diberhentikan.

Ketegangan ini mencair dengan dihasilkan win-win solution: sebagian besar wartawan Sindo Bali bersedia dipindah ke kantor Sindo lain se Indonesia. Adapun sebagian kecil tetap di bali sebagai kontributor. Tetapi solusi ini urung dilaksanakan, lalu muncullah kronologis kasus Sindo Bali di beberapa milis. Hasilnya sebagian wartawan Sindo Bali yang tidak diperpanjang kala itu 'diselamatkan' dan diberi kompensasi.

Ketegangan inilah – berdasar obrolanku dengan Army – dijadikan dasar pemutusan hubungan kerjaku.

Seusai ngobrol dengan Army, Aku mencoba mengubungi pimred, Sururi. Meski sempat mengangkat telepon, aku tidak bisa ngobrol. Sebab Sururi ketika itu sedang rapat.**** "Seorang terpelajar harus adil sejak dalam pikiran", pram, bumi manusia.

surat(an) tak berjawab

Tulisan ini saya kirim ke salah satu redaktur di Jakarta (18/11)dan tak berjawab

******

Sugeng dalu. Mas aku Miftahul Ulum, wartawan Sindo Bali sekarang diperbantukan di Biro Jabar. Aku ate curhat ki. Critane, Senin (17/11/08) ada surat yang diberikan ke aku melalui kepala biro jabar, Denis. Isi surat lumayan mengagetkan, aku ndak diperpanjang kontrak.

Trus spontan ku tanya ma Denis dan kepala redaksi Yogi, yang saat itu ngobrol di ruangan kabiro bertiga. Apa dari Jakarta minta penilaian tentang masalah tidak diperpanjangnya kontrakku. Mereka jawab, tidak. Bahkan, mereka merekomendasikan dua wartawan Jabar lain untuk tidak diperpanjang.

Mendengar itu, aku langsung berfikir, trus apa dasar penilaian tidak diperpanjang kontrakku? Padahal sejak Juli aku sudah dipindah dari Bali ke Bandung.

Sehari sebelumnya, kita redaksi Sindo Jabar rapat dengan redaktur, Army. Saat rapat, Dia juga mengatakan tidak tahu menahu penilaian wartawan yang diperbantukan ke Jabar dari Bali. Menurut sampeyan piye lek koyo ngono?

Sekedar latar belakang, saat gabung di Sindo Bali, statusku masih kerja di harian Nusa Bali. Aku ditawari Warno dan Sunu, jarane sih enak, akhirnya aku mau. Meski sudah pasti gabung, aku tidak langsung mengundurkan diri, sampai suatu saat didesak dari Jakarta untuk segera mengundurkan. Hidup pilihan, akhirnya aku resend trus gabung.

Eh tujuh bulan lebih di Bali, Sindo Bali tidak juga terbit. Sampai akhirnya dikirimlah aku ke Bandung. Hampir empat bulan di Bandung, taunya tidak diperpanjang. Menurut petaku, rekomendasi tidak diperpanjang pasti terbit dari redaksi, hrd tinggal acc.

Sejauh ini info ini memang belum menyebar ke pihak luar. Tetapi tidak menutup kemungkinan, sebab aku harus cari perahu –maklum ngopeni bojo. Pointnya, semoga sampean bisa kasi sedikit gambaran bahkan kalo bisa solusi atas kasus iki. Segitu dulu, suwun.****

Selasa, 11 November 2008

job desk dan penilaian

Empat jam lalu, selasa (11/11) sekitar pukul 22.00 Wib, redaksi jabar melakukan rapat redaksi plus. Terdiri dari, aku, yugi p, wisnoe m, mudasir, krisnadi, putu n, opik, iwa s, rahmat, radi, arip, eko, yogi, raka plus redaktur jabar army.

Materi rapat tersusun dari, budgeting berita dan pemaparan penilaian redaksi. Hasil budgeting: menugaskan follow up hl halaman 1 tentang persib dan pembangunan GOR gedebage (radi, kris, opik), demo buruh (ugi, radi), film iran paris van java (wisnoe), FFI (kris, ulum).

Dibanding anggota redaksi lain, aku dan wisnoe adalah reporter yang tidak mempunyai pos jelas. Tugas kami mengerjakan halaman metropolitan bandung atau dikenal halaman 13. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya kami berdua seolah bertanggungjawab ada tidaknya HL halaman itu.

Selain 13, halaman metropolitan bandung terdiri dari halaman 14, 15. Ketiga halaman ini melibatkan 7 wartawan, kris (pemkot bandung), yugi (kriminal), iwa (kab bandung dan cimahi), dede (mall), adi (KBB), wisnoe dan ulum (ndak jelas asal dapat HL saja).

Meski bertugas membuat HL, tidak jarang beberapa kejadian menggeser HL by design kita berdua. Ini tidak masalah tetapi bikin kesel, kita susah2 nyari isu (tanpa bimbingan asred) eh tau2 digeser......

Kondisi tanpa pos lambat laun berimbas pada penilaian. Pada rapat redaksi plus kali ini, pertama kali aku mengetahui kriteria penilaian SINDO. Meski, aku bergabung lebih dari 11 bulan.

Penilaian setiap reporter dilakukan oleh asred n redaktur. Ada empat faktor penilaian: penulisan, produktifitas, kerjasama dan kualitas. Keempat faktor itu masing2 digolongkan dengan penilaian A (baik), B (sedang) dan C (cukup).

Berdasar pengakuan redaktur, Army, faktor penulisan dinilai dari tulisan reporter sudahkah enak dibaca, urut, logika tidak membingungkan. Produktifitas ditandai tidak bobol, tidak mangkir. Kerjasama ditandai enak dihubungi, ditelp slalu ngangkat, dsb. Kualitas akumulasi tiga faktor sebelumnya.

Dia memaparkan, penilaian kinerja yang berpengaruh pada tunjangan prestasi (maks Rp 500 ribu) ini banyak dipengaruhi subyektifitas si pemberi nilai.

Terlepas dari kelemahan itu, hasil penilaian redaksi, terutama soal kinerjaku, aku anggap kurang memuaskan. Bulan Agustus 2008, keempat nilai bertengger di level B. Penurunan terjadi pada bulan September, faktor produktifitas dinilai C, sedangkan faktor lain dinilai B.

Bisa jadi penurunan penilaian ini akibat perpindahan pos. Bulan Agustus aku ditugaskan pada pos pilkada, mengawal Hudaya. September ditugaskan di halaman metropolitan yang nota bene tidak jelas tugas dan tanggungjawabnya.

Aku berpendapat ketiadaan job desk yang jelas ini menyebabkan kebutuhan untuk aktualisasi diri tidak terpenuhi. Kondisi ini berimbas ke kinerja yang terus menurun.***

Rabu, 05 November 2008

membaca si jabar

Berbekal 'pengalaman' gabung di Radar Jember dan Nusa Bali, aku mencoba sedikit menilai Si Jabar. Kalaupun menilai dirasa terlalu berat, boleh kiranya digunakan istilah membandingkan dengan kedua media tempat aku bergabung lebih dulu itu.

Redaksi
Awak redaksi si jabar ini mencapai 15 orang di kantor biro. Mereka bertugas di pemprov 1 orang, pemkot 1, kab bandung 1, ekonomi 2, pendidikan 2, polisi kejaksaan 2, hal budaya 1, halalaman metro 3, fotografer 2. Kesemua awak redaksi ini memperoleh kesempatan libur sehari dalam seminggu.

Aku sendiri gabung dengan si jabar Juli 2008, pertama bertugas mengawal pos pilwalkot kemudian dipindah ke halaman metropolitan. Supaya lebih terang, aku akan mengulas pengalaman tergabung dalam tim pilwalkot ini.

Ada tiga kandidat dalam perebutan kursi walikota bandung, dada-ayi, taufik-abu, hudaya-nahadi. Aku kebetulan disuruh ngawal si calon nomor tiga (hudaya-nahadi). Perintah yang diberikan padaku, setiap kegiatan calon ini harus dikawal. Setiap hari pun setidaknya harus ada berita mengenai mereka.

Sehari, dua hari pertama, mengawal cawalkot enjoy saja. Berita pun lumayan bagus, terutama karena masih ada konflik yang bisa dimainkan. Mulai dari strategi menarik simpati massa sampai cara kampanye. Tapi seiring berjalan waktu, konflik yang menjadi pola semua pilkadal itu mulai membosankan.

Konflik tidak begitu kuat lagi. Akhirnya seringkali berita jatuh menjadi berita service. Parahnya, si redaktur tidak mengolah supaya berita servis ini memiliki nilai konflik. Sebab menurutku, konflik atau power of game inilah kekuatan berita politik.

Kerena redaktur tidak mengolah berita ketiga wartawan pilwalkot menjadi berita konflik, hampir satu bulan halaman khusus pilwakot tidak ubahnya halaman advetorial. Tiap berita ketiga calon menunjukkan kelebihan masing-masing melalui berita narsis itu. Singkat cerita, moment pilwakot usai dengan kesimpulan berita selama momen itu lebih tepat disebut advetorial, berita servis yang minim memiliki nilai berita.

Sekitar bulan September, aku dipindah ke halaman metropolitan, dengan tugas membuat hl halaman itu. Tidak ada pos khusus, hanya bertugas membuat berita HL setiap hari. Tugas ini dikerjakan berdua dengan temanku.

Perlu juga diinformasikan, bahwa hl disusun berdasarkan isu, meski kadang-kadang kejadian bisa disusun menjadi hl pula. Kondisi ini memaksa kita berdua - aku dengan wisnoe - memikirkan isu perkotaan yang layak dijadikan hl. Lambat laun kita pusing juga, karena kehabisan isu karena kurangnya kreatifitas.

Kondisi ini membuat aku mengusulkan proyeksi berita setiap pagi hari. Proyeksi ini sendiri bertujuan, supaya wartawan ke lapangan tidak dengan ide kosong. Melainkan ada isu yang dikejar. Selain itu, proyeksi memudahkan pemetaan berita, ide bagus, ide lemah yang bisa diperkuat, dsb. Pemetaan pada akhirnya memudahkan perkiraan kebutuhan berita di halaman.

Keuntungan lain, dengan proyeksi, kawan redaksi lain bisa membantu ide untuk HL. Banyak memang keuntungan proyeksi, namun sayangnya hanya tiga orang yang datang pada tiga hari pertama proyeksi. Padahal proyeksi ini sendiri dimulai jam 9. Akhirnya proyeksi pagi hari gagal.

Waktu pun berlalu lagi tanpa proyeksi. Sampai seusai lebaran 1419 h, sekitar bulan oktober proyeksi digalakkan kembali. Perbedaan dengan sebelumnya, proyeksi dilakukan malam hari. Seusai ngetik, awak redaksi rapat, membuat daftar agenda besok dan melisting isu hl metro esok hari.

Rapat tiap hari berjalan lancar. Hanya saja kelemahannya, rapat seolah hanya menjadi ajang wartawan menyetor agenda. Tidak ada eksplorasi rencana setiap awak redaksi keesokan hari kemana. Tidak ada tukar pendapat mengenai pembuatan isu yang cocok diangkat masing-masing desk esok hari. Praktis proyeksi malam hari ini tidak berbeda dengan setor agenda saja.

Oh ya....akibat proyeksi malam hari pula, wartawan bisa seenaknya ke lapangan esok harinya. Berangkat jam 11 atau 12 siang pun tidak ada yang mengetahui.

Para redaktur dan Asisten Redaktur si Jabar bertugas di Jakarta. Mereka menerima berita mentah dari wartawan, mengolah, melay out di sana pula. Setiap harinya mereka melisting berita setiap pukul 17.00 Wib, hanya saja sering kali mereka hanya melisting, tidak mengarahkan. Maklum saja, jam segitu wartawan sudah dikantor, tidak mungkin menambah data di lapangan.

Sekedar membandingkan dengan nusa bali, proyeksi di media yang mementingkan berita - dengan slogan : yang penting beritanya bli dilakukan pagi hari, pukul 08.00 Wita. Kegiatan ini biasanya berakhir pukul 09.00 Wita. Saat wartawan memasuki ruang rapat, mereka dihadapkan pada empat koran, nusa bali, bali post, jawa pos dan denpost. Berebutan para wartawan ini membaca berita di koran tersebut.

Tujuannya mencari isu atau ide yang bisa dilistingkan saat proyeksi. Selain mencari ide, membaca koran sekaligus membandingkan berita yang ditulis dengan koran lain. Juga membandingkan apakah wartawan bersangkutan kebobolan berita. Tentu tidak ketinggalan kegiatan narsis, membaca tulisan sendiri.

Kegiatan proyeksi ini dilakukan enam hari dalam seminggu kecuali hari minggu pagi. Tanpa proyeksi, kawan redaksi serasa merdeka, minimal bisa mencuci baju. Perlu diketahui pula, di nusa bali tidak mengenal libur mingguan, kecuali hari libur nasional.

Sekitar jam 09.00 Wita, kawan wartawan meninggalkan kantor. Selepas dari gerbang kantor, kegiatan yang hampir selalu dilakukan makan pagi sekaligus proyeksi kedua. Makan, ngopi, rokokan plus ngrumpi. Baru sekitar pukul 09.30 atau 10.00 Wita para wartawan pergi ke target masing-masing.

Setelah bergelut dengan sinar matahari, debu dan cipratan ludah narasumber, sekitar pukul 13.00 - 14.00 wita telepon genggam setiap reporter berbunyi. Redaktur yang memimpin proyeksi pagi menelfon, meminta daftar belanja, daftar berita yang sudah diperoleh wartawan di lapangan.

Ada kalanya, kawan wartawan sudah mempunyai berita, tetapi tidak jarang pula belum memiliki sama sekali. Atau berita yang di dapat kurang lengkap. Meskidemikian mereka terpaksa menyebutkan daftar itu. Sebab daftar ini akan dibawa rapat redaktur sekitar pukul 15.00 wita.

Rapat redaktur ini tidak kalah serem. Meski belum pernah ikut langsung, informasi dari berbagai sumber setidaknya masuk akal. Serem karena rapat ini melakukan evalusi terbitan pada hari itu. Kekurangan berita, kebobolan sampai kelemahan redaktur. Semacam pengadilan bagi para peserta rapat dan wartawan secara tidak langsung.

Pun, dalam rapat ini diendus berita yang beraroma titipan, ada uangnya dsb...dsb. Bisanya rapat selesai jam 16.00 - 17.00 wita.

Bisanya kawan wartawan datang pukul 17 wita, kemudian mengetik. Sekitar pukul 18.00 Wita, bersamaan dengan derap tuts komputer wartawan, telefon kantor berdering. Penelponnya agen yang memesan koran. Berapa banyak mereka memesan koran esok harinya. Jumlah pemesan penting karena, koran ini paling mahal di bali Rp 3000 dan dipesan sesuai jumlah order.

Berita yang diketik wartawan bisanya masuk pukul 20.00 wita. Di edit, dilay out dan diprint sekitar pukul 23.00 Wita. Hasil print sementara itu diperiksa baru kemudian pukul 01.00 wita berangkat cetak. Saat hasil print keluar, para wartawan baru bisa bernafas lega, pulang atau nongkrong untuk melepas penat.

Berdasar perbandingan di atas, terlihat bahwa sistem si jabar sangat longgar, dan sebaliknya dengan si nusa bali. Layaknya spion, perbandingan ini hanya untuk menunjukkan apa yang pernah ada, dan apakah bisa untuk bekal menghadapi perjalanan ke depan. ***

Sabtu, 01 November 2008

penyelamatan empat orang

Kompromi perusahaan. Bijak kiranya, saya catat pula bagaimana nasib para kawan yang dipecat dari SINDO Bali. Empat orang yang dipecat berhasil diselamatkan perusahaan. Dua orang, dede suryana dan m saifullah ditarik ke okezone sebagai asred, bertugas di jakarta. Dua orang lain, husain dan arid diperbantukan pada sun tv, group MNC pula.

Sementara, dua orang lainnya, Sudhirta dan Sadewa tidak "berhasil" diselamatkan. Sudhirta memilih bergabung dengan harian nusa bali, sedangkan Sadewa memilih bergabung dengan salah satu LSM dan bertugas di kalimantan. Kedua orang ini tidak mau bergabung dengan sun tv, sebab televisi yang sedianya bermuatan lokal ini tidak kunjung jelas kapan beroperasi.


Kelima wartawan itu, selain sadewa menerima kompensasi - uang damai - dari perusahaan sebesar Rp 2 juta. Sadewa tidak menerima uang damai karena, dia diberhentikan sesuai dengan masa habis masa kontrak.

Sepanjang bulan Juni - September, kantor biro yang berada di Bali, Jalan Diponegoro 109 Denpasar ditutup. Ketiga wartawan Sindo yang masih di sana, khusna, ervi dan dewi ngantor di warnet.* Mereka dimatikan.....perlahan.....sampai-sampai seolah tidak bisa melawan.....

dikirim ke luar pulau

Pada pertengan bulan Juli, redaksi Jakarta meminta empat wartawan untuk dikirim, satu untuk ditempatkan di Jakarta dan tiga ditempatkan di Bandung. Hendrik bersedia ditempatkan di Jakarta, sedangkan tiga lainnya, miftahul ulum, rahmat dan putu nova bersedia ditempatkan di Bandung.

Minggu pertama Hendrik bertugas di Jakarta, ditugaskan memperkuat tim pemilu. Hari berlalu barganti minggu, dia dipindah ke kriminal, ngepos di polda metro jaya. Hanya saja, meski pos sudah jelas, kenaikkan tunjangan kemahalan tidak kunjung cair. Klaim internet sejak bulan oktober 2007, klaim pengiriman motor dari Bali ke Jakarta, tunjangan kos juga tidak kunjung cair.

Pada bulan Oktober 2008, tidak nyaman dengan sistem tersebut, Hendrik resend. Selanjutnya dia bergabung dengan harian merdeka untuk koresponden bali.

Sementara, ketiga wartawan SINDO Bali yang diperbantukan di Bandung tidak terjadi masalah signifikan. Miftahul ulum diberi tugas membuat HL halaman metro bandung. Putu nova memperkuat rubrik pendidikan, setelah sebelumnya terkatung2 di pos kesehatan. Terkatung karena kesehatan tidak memiliki jatah halaman. Sedangkan rohmat ngepos di pengadilan.

Pada saat empat orang dikirim ke Jakarta dan Bandung, wartawan SINDO Bali yang masih bertahan di Bali adalah miftachul khusna, dewi umaryati dan ni komang ervani.*

pemecatan 6 wartawan sindo bali II

April 2008
Dua wartawan Sindo Bali lagi-lagi kembali ditarik ke Jakarta (Fahmi Faisa dan Pasti Liberty Mappapa). Alasan penarikan sama dengan sebelumnya, digembleng untuk mematangkan persiapan penerbitan Sindo Bali.Kejelasan waktu penerbitan Sindo Bali tetap tidak ada kejelasan. Bahkan yang ada kemudian, salah satu staf bagian keuangan SINDO Bali, ibu Sri, mendapatkan perintah dari HRD untuk menghentikan aktivitasnya, per 1 Mei dan dimutasi ke Bhakti Securities Bali (Group MNC). Nasib tersebut juga menimpa bagian sirkulasi Rai dan driver Andi Santos. Bahkan, Office Boy, Wahyu, di PHK secara sepihak meski kontrak kerjanya belum selesai.

Deretan peristiwa di atas mulai memunculkan kekhawatiran teman-teman Sindo Bali. Terlebih kontrak kerja wartawan akan berakhir per 31 Mei 2008. Sehingga Miftahul Chusna selaku kordinator liputan, berusaha mempertanyakan ke Jakarta namun tetapi tidak mendapat kejelasan. Termasuk kemungkinan Sindo Bali terbit serta mekanisme penilaian sebagai mana disyaratkan dalam kontrak kerja per enam bulan kerja, sebagai pertimbangan dilanjutkannya kontrak atau tidak.

Hingga pertengahan bulan pun, semua kejelasan terkait kontrak tetap tidak ada. Termasuk pemberitahuan diteruskannya kontrak atau maupun tidak, sebagai mana dijelaskan dalam salah satu klausul kontrak (Pihak SINDO wajib memberitahukan tidak diperpanjangnnya kontrak maksimal 14 hari sebelum berakhirnya kontrak kerja)

Padahal, selama awal Mei sampai pertengahan bulan, temen-temen Sindo Bali sudah berusaha mencari informasi ke Jakarta. Semisal, menelpon Jaka Susila. Dan Jaka malah menyarankan teman-teman Bali mempertanyakan perihal kontrak kerja langsung ke bagian HRD. Setelah teman-teman SINDO Bali, menghubungi HRD yang ada malah di ping pong untuk menanyakan status kontrak tersebut ke bagian redaksi. "Persoalan staf redaksi menjadi kewenangan bagian redaksi karena proses rekruitmen tidak melalui HRD," kata Kabag HRD SINDO, Bu Dovy.

Sekitar tanggal 8 Mei, pihak Kabag HRD Sindo, Dovy menginformasikan bahwa dirinya akan berkunjung ke Bali. Adapun niat dan tujuan kunjungan ini, tidak diinformasikan kepada temen-teman di Bali. Dia hanya memberitahukan, kedatangannya ke Bali akan disertai bagian redaksi dan ingin melakukan rapat dengan wartawan Sindo di Bali, termasuk wartawan SINDO yang ditugaskan di daerah/Kabupaten di Bali.

Tanggal 31 Mei, sekitar pukul 16.00 wita, Dovy dan Redpel Sindo, Nevy AN Hetharia tiba di Bali. Mereka langsung menuju Kantor Biro Sindo Bali di jalan Diponegoro 109 Denpasar. Sekitar pukul 17.00 Wita, rapat antara perwakilan jakarta dan wartawan sindo Bali di mulai. Turut pula dalam rapat tersebut, Office Boy kantor Biro SINDO, Wahyu.

Sesaat setelah rapat dimulai, Dovy menyampaikan hasil rapat SINDO Jakarta, bahwasannya kontrak kerja temen-temen wartawan Sindo Bali tidak diperpanjang. Meski tidak diperpanjang, wartawan maupun OB masih berhak menerima gaji pada bulan Juni, dengan catatan tetap bekerja seperti biasa. Meski bila mengacu kontrak, masa kerja temen-teman berakhir bulan Mei.

Kebijakan ini, kata Dovy, sebagai kompensasi karena tidak adanya pemberitahuaan resmi tidak diperpanjangnnya kontrak teman-teman wartawan 14 hari sebelum berakhirnya masa kontrak.

Kebijakan ini ditolak 12 wartawan dan 2 fotografer sindo yang turut dalam rapat. Mereka menuntut dilakukan perpanjangan kontrak hingga enam bulan mendatang, Juli – Desember 2008. Argumentasinya, 14 hari sebelum kontrak berakhir tidak ada pemberitahuan kontrak tidak akan diperpanjang. Begitu pula dengan argumentasi teman-teman telah mengorbankan karir di tempat kerja sebelumnya demi bergabung ke SINDO. "Kami tidak melamar ke SINDO tapi di bajak dengan janji berbagai benefit dan peluang karir ke depan."

Dalam masa perpajangan tersebut, wartawan dan fotografer bersedia didistribusikan ke biro-biro Sindo seluruh Indonesia. Meski ada sebagian kecil yang meminta tetap di Bali. Pertimbangannya, menjaga citra Sindo Bali yang sudah terbangun, sekaligus mereka ada yang sudah berkeluarga.

Perwakilan Jakarta, Dovy dan Nevy mengatakan belum bisa memutuskan saat itu. Dan mereka berjanji akan membawa usulan tersebut kepada pihak manajemen Jakarta. Mereka juga berjanji hasil usulan tersebut, paling lambat akan disampaikan ke Bali hari Rabu (4/6). *

Juni 2008

Janji Dofi dan Nevy yang mengatasnamakan perusahan, mereka jilat mentah-mentah, bahkan hingga seminggu setelah janji mereka (4/6), kepastian hasil rapat manajemen Jakarta pun tetap tak kunjung datang. Miftahul Chusna sempat mempertanyakan hal tersebut dan hasilnya tetep nihil. Akhirnya teman-teman SINDO Bali mengadakan rapat bersama dan menyepakati akan menunggu keputusan tersebut hingga tanggal 17 Mei 2008.

Minggu Tanggal 15 Juni 2008, Chusna mengumpulkan semua wartawan SINDO Bali, termasuk wartawan Daerah dengan alasan ia menerima surat dari Jakarta meski ia mengaku tidak tahu isi surat tersebut. Rapat dimulai dengan membagikan amplop berkop Koran Seputar Indonesia kepada semua wartawan, dengan tebal amplop yang berbeda satu dengan lainnya.

Saat itulah diketahui bahwa 12 wartawan dan 2 Fotografer yang ada di Bali, dipecah menjadi dua bagian. Enam wartawan dan satu fotografer (Dewi Umaryati, Ni Komang Erviani, Miftahul Ulum, Rohmat, Hendrik Dwi Yulianto, I Putu Nova Anita Putera, Zul Trenggono Eduardo) menerima surat perpanjangan kontrak selama enam bulan. Sedangkan, enam lainnya (M. Saifullah, Dede Suryana, Sudirtha, AA Arid Wiradarma, Husain dan Sadewa) menerima surat pemberitahuan PHK secara sepihak, tanpa menjelaskan alasan pemecatan.

Atas keputusan tersebut, enam orang yang dipecat sepakat untuk meminta klarifikasi pihak perusahaan terkait keputusan tersebut. Selain itu juga akan menempuh jalur hukum dan politis

Daftar nama wartawan SINDO Bali yang diberhentikan dan diperpanjang

Nama

Pekerjaan Awal

Keterangan

Andika H Mustaqim

Wartawan Nusa Bali

Diperbantukan ke Jakarta

Rahma Regina

Wartawan Baru

Diperbantukan ke Jakarta

M Sahlan

Wartawan Nusa Bali

Diperbantukan ke Jakarta

Didik Purwanto

Wartawan Pak Oles

Diperbantukan ke Jakarta

Fahmi Faisa

Wartawan Baru

Diperbantukan ke Jakarta

Pasti Liberti Mappapa

Wartawan Baru

Diperbantukan ke Jakarta

Dewi Umaryati

Wartawan Nusa Bali

Kontrak diperpanjang

Hendrik D Yulianto

Wartawan Nusa Bali

Kontrak diperpanjang

I Putu Nova A Putera

Wartawan Nusa Bali

Kontrak diperpanjang

Rohmat

Wartawan Nusa Bali

Kontrak diperpanjang

Miftahul Ulum

Wartawan Nusa Bali

Kontrak diperpanjang

Ni Komang Erviani

Wartawan Gatra

Kontrak diperpanjang

Zul T Eduardo

Wartawan Malang Pos

Kontrak diperpanjang






pemecatan 6 wartawan sindo bali I

Pembuatan blog ini didasarkan keinginan tidak melupakan kasus yang menimpa teman-teman sindo bali. Kasus yang sempat membuat beberapa teman memiliki kehidupan yang tidak teratur. Meninggalkan keluarga, tidak mendapatkan kejelasan status kerja sampai kerugiaan imateriil lainnya.


KRONOLOGIS PEMECATAN 6 WARTAWAN SINDO BALI

Oktober 2007


Koordinator Daerah SINDO Jaka Susila dan Asisten Redaksi Sindo Jakarta, Sunu Hastoro, mengotak kontributor Sindo di Bali, Miftachul Khusna, untuk melakukan recruitmen wartawan untuk keperluan SINDO Bali. Selang beberapa waktu kemudian, beberapa wartawan media lokal terjaring.

Diantaranya, tujuh wartawan dari Harian Nusa Bali, satu dari Koran Pak Oles, satu dari Koran Bali, satu dari Indo Pos, satu dari Malang Post, dan beberapa wartawan baru. (Rincian terlampir).

Setelah dinyatakan resmi bergabung dengan Sindo secara lisan, pada bulan September 2007, sebagian besar sudah mengundurkan diri dari perusahaan tempat bekerja. Dan, wartawan dari luar Bali-pun sudah datang ke Bali.

Bergegasnya teman-teman mundur dari tempat kerja lama maupun datang ke Bali disebabkan perintah Koordinator Daerah, Jaka Susila, supaya wartawan yang dinyatakan bergabung segera siap bekerja di Bali.

Meski demikian, sampai akhir September belum ada aktifitas resmi di SINDO Bali dan teman-teman wartawan tidak menerima kompensasi apa pun dari SINDO.

November 2007

Awal bulan, informasi aktifitas Sindo Bali tidak kunjung jelas. Meski demikian, bagi teman-teman yang sudah terlanjur keluar dari perusahaan lama maupun yang datang ke Bali tetap bertahan. Tidak keluar daerah maupun pindah ke perusahaan lain meski tidak mendapat kompensasi apa pun dari SINDO.

Menjelang akhir bulan, sekitar tanggal 25, Jaka Susila datang ke Bali. Teman-teman Bali diminta berkumpul di Hotel Shanti, Denpasar. Acara utamanya penjelasan teknis terbitnya SINDO Bali.

Dalam pertemuan yang berlangsung dalam sebuah ruangan, Jaka mengatakan,"Terhitung per 1 Desember 2007, temen-temen di Bali resmi menjadi wartawan SINDO dan mulai saat itu pula diwajibkan melakukan kerja jurnalistik untuk SINDO."

Ironisnya, pada bulan pertama temen-teman wartawan bekerja hanya menerima gaji pokok sebesar Rp 1 Juta tanpa tunjangan prestasi (TP) senilai Rp 500 ribu sebagai mana penjelasan Jaka pada pertemuan di hotel shanti. Ketika ditanyakan ke HRD, alasan perhitungan TP per tanggal 20 setiap bulannya. Sedangkan gaji pokok per tanggal 1 setiap bulan. Teman-teman menerima keputusan ini meski seharusaya dilakukan perhitungan secara proporsional. (30 hari kerja dikurangi 10 hari kerja karena baru aktif bekerja per 1 Desember).

Januari 2008

Pertengahan bulan, datang surat kontrak kerja dari Jakarta. Inti kontrak tersebut, temen-teman di Bali dinyatakan sebagai wartawan Sindo. Kontrak ini mengatur perjanjian kerja selama enam bulan serta berbagai hak dan kewajiban lain. (contoh kontrak kerja terlampir)

Teman-teman menandatangani surat kontrak dengan alasan, memenuhi mekanisme perusahaan. Dan, pada bulan ini pula, beredar informasi dalam waktu dekat, SINDO Bali dipastikan terbit.

Februari-Maret 2008

Informasi terbitnya Sindo Bali tidak kunjung jelas. Bahkan, empat wartawan Sindo Bali ditarik ke Jakarta (Andika HM, Rahma Regina, M. Sahlan, dan Didik Purwanto). Alasan penarikan, keempat wartawan digembleng untuk mematangkan persiapan terbitnya Sindo Bali.

Pada bulan tersebut, wartawan Sindo Bali tetap melakukan kerja jurnalistik. Mengirim berita maupun mengirim foto. Termasuk melaksanakan tugas-tugas peliputan dari Jakarta. Di sisi lain, kontrak kerja yang telah ditandatangani dikirim kembali ke Jakarta untuk disahkan managing director SINDO. Namun, lembar kontrak yang telah disahkan hingga kronologis ini dibuat tidak diserahkan kembali kepada teman-teman wartawan.

Bahkan hingga akhir bulan, kejelasan kapan SINDO Bali mulai terbit tetap tidak ada kejelasan. Manajemen berdalih, lokasi gedung mesin percetakan di Bali belum ada. Dan, percetakan lain di Bali enggan mencetak Koran Sindo. Begitu pula dengan izin industri yang belum turun dari Pemkot Denpasar. (bersambung)